Tujuh Juara Tinju Dunia dari IndonesiaSiang tadi, sebuah televisi
swasta nasional menyiarkan secara langsung pertandingan tinju
antara Floyd Mayweather VS Manny Pacquiao dari MGM Grand Garden arena,
Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat. Saya sempat menyaksikan pertandingan
tinju itu dari layar televisi tanpa harus membayar tiket seharga
ratusan juta bahkan milyaran rupiah untuk menyaksikan langsung di arena
tinju tersebut. Saya sebenarnya tidak mengerti banyak tentang olahraga
tinju tetapi sejak kecil, saya sering ikut menyaksikan dari televisi
karena ayah saya yang hampir tidak pernah absen dari pertandingan tinju
di televisi. Berbicara tentang tinju, ingatan saya tertuju pada Chris
John, seorang petinju kelas dunia asal Indonesia. Bukan karena aksinya
sebagai seorang bintang iklan minuman berenergi, namun yang saya tahu
Chris John tidak dapat diragukan lagi di kelasnya. Setelah saya membaca
lebih lanjut, ternyata Indonesia masih punya beberapa petinju lainnya
yang pernah menjadi juara dunia. Mari simak profil dan prestasi dari
tujuh petinju Indonesia yang menjadi juara dunia berikut! 1. Ellyas Pical
Petinju kelahiran Saparua, Maluku, pada 24 Maret 1960 ini merupakan
juara dunia tinju pertama negeri ini. Elly merebut gelar pada 3 Mei 1985
saat mengalahkan Chun Ju-do dari Korea Selatan (Korsel) di kelas bantam
junior versi badan tinju IBF. Pada 1987, gelar itu lepas usai Elly
kalah KO dari Kaosai Galaxy asal Thailand. Setelah itu, Elly kembali
meraih gelar serupa dan bertahan sampai 1989, saat ia kalah dari Juan
Polo Perez (Kolombia). Elly pun memutuskan pensiun usai kekalahan pada
tahun itu. 2. Nicholas "NICO" Thomas Nico yang
juga kelahiran Maluku namun dari Ambon, merupakan petinju kedua
Indonesia yang merebut gelar juara dunia. Ia jadi juara dunia tinju
kelas terbang mini versi IBF pada 17 Juni 1989, setelah mengalahkan
Samuth Sithnaruepol dari Thailand. Namun gelar ini bertahan hanya
kurang dari 100 hari saja. Nico kalah TKO ronde lima dari Eric Chavez
asal Filipina pada pertarungan mempertahankan gelar di Jakarta, 21
September 1989. 3. Suwito Lagola Suwito asli
Binjai, Sumatera Utara (Sumut) dan sejak kecil suka berkelahi. Akhirnya
hobi itu ia salurkan di Sasana Tinju Pahlawan di kampung halamannya,
ternyata pilihan itu benar. Ia jadi juara kelas welter pada kejuaraan
daerah (kejurda) tinju amatir di Sumut edisi 1986. Pada 1990, Suwito
memutuskan beralih ke tinju bayaran alias pro. Tak lama di level yang
lebih tinggi ini, Suwito jadi juara nasional dan 21 Oktober 1995 dapat
kesempatan main di level internasional. Suwito tarung pada perebutan
juara dunia kelas welter versi badan tinju dunia, WBF. Lawan Suwito
kala itu adalah William Magahin dan dikalahkan dengan TKO pada ronde 10
dari 12 yang direncanakan. Laga terakhir Suwito untuk mempertahankan
gelarnya ini pada 4 Desember 1997, kala itu ia ditahan draw
oleh Danny ’Boy’ Pierce dari Australia. Setelah itu, nasib Suwito
terkatung-katung dan ia pun kecewa. Pada 2000 memutuskan mundur dari
tinju pro karena kecewa dengan pemerintah dan promotor atas janji-janji
kepadanya sebagai juara dunia. Kala itu, ia nyaris membakar semua piagam
maupun penghargaan yang diraihnya. Suwito pun pulang dan sampai kini
menetap di Langkat, ia bekerja sebagai petani karet. Namun, Suwito
masih mendidik sejumlah petinju muda termasuk satu dari tiga anak
kandungnya. 4. Ajib Albarado Nishimaru Petinju
kelahiran Surabaya yang bernama asli Ahmad Tajid, pada 1995 berhasil
menjadi juara nasional kelas welter junior. Pada 28 Maret 1996, Ajib
mendapat kesempatan bertarung di perebutan gelar juara dunia badan tinju
dunia WBF. WBF pada era itu tak terlalu terkenal diantara badan
tinju dunia lain. Namun, petinju yang tampil hampir sama kualitasnya
dengan badan tinju lainnya. Akhirnya kesempatan tampil di perebutan
sabuk juara dunia itu, Ajib menang. Tampil di Jakarta, Ajib menang
angka mutlak atas petinju Filipina, Dindo Canoy. Ajib pun menjadi
petinju Indonesia ketiga yang menjadi juara dunia. Gelar ini dimiliki
Ajib cukup lama sampai 2000. Ajib sejak 2001 memutuskan meninggalkan
Indonesia dan bermukim di Jepang. Ia meneruskan karier bertinju di
Negeri Sakura dengan nama ring baru Albarado Nishimaru dan gabung Nakaya
Boxing Gym di bawah asuhan Takashi Inoue. Pada 2004 merupakan tahun
terakhir Ajib bermain di ring sebagai petinju pro. Ajib yang menikah
dengan wanita Jepang itu pun sampai kini pun menetap di Negeri Sakura.
5. Muhammad Rachman Petinju kelahiran Merauke ini
adalah predator bertubuh mungil, tingginya hanya 160 cm. Namun di atas
ring, Rachman adalah penakluk. Setelah 10 tahun terjun ke ring pro baik
nasional maupun regional, 14 September 2004, ia dapat kesempatan tampil
di perebutan juara dunia kelas terbang mini IBF. Daniel Reyes asal
Kolombia jadi lawan Rachman dan mampu ia kalahkan. Gelar itu copot pada 7
Juli 2007, setelah Rachman kalah angka dari petinju Filipina, Florante
Condes. Usai kalah pada Mei 2009, Rachman mencoba merebut gelar juara
dunia di kelas yang sama untuk versi badan tinju dunia WBC. Main di
Phuket, Thailand menantang petinju tuan rumah, Rachman kalah angka.
Pada usia menjelang 40, Rachman dapat tawaran menantang juara dunia
kelas terbang mini versi WBA, Kwantai Sithmorseng asal Thailand. Main di
Bangkok, Rahman diluar dugaan menang KO ronde sembilan dari 12 yang
direncanakan pada 20 April 2011. Rachman mempertahankan gelar WBA
tersebut untuk kali pertama melawan penantang peringkat 11, juga asal
Thailad, Pornsawan Porpramook. Namun laga 30 Juli 2011 di Cibubur,
Jakarta, ia kalah angka mayoritas secara kontroversial. 6. Yohannes Christian "CHRIS" John
Chris John menjadi penguasa kelas bulu untuk level nasional dan
regional pada akhir 1990-an sampai awal 2000-an. Pada 26 September 2003,
ia dapat kesempatan menjajal pertarungan juara dunia versi badan tinju
WBA. Main di Bali lawan Oscar Leon, Chris John menang angka tipis
lalu jadi juara dunia sementara. Setelah Juan Manuel Marquez menang atas
juara bertahan Derrick Gainer, maka Chris John jadi juara dunia regular
versi WBA. Sebab, Marquez jadi juara sejati setelah mengawinkan sabuk
versi WBA dan IBF. 18 kali Chris John mempertahankan gelar dan
akhirnya pada pertarungan ke-19 mengalami kekalahan. Ia ditumbangkan
Simpiwe Vetyeka asal Afrika Selatan (Afsel). Laga itu merupakan
pertandingan unifikasi gelar WBA dan IBO yang berlangsung di Metro City,
Perth, Australia, 6 Desember 2013. Kini, petinju kelahiran
Banjarnegara, yang juga atlet wushu itu memilih pensiun. 7. Daud 'CINO' Yordan
Daud lahir dari keluarga petinju, dua kakak dan satu adiknya semua
menekuni olahraga ini. Kakak-kakak Daud adalah Damianus serta Petrus
lalu Yohannes, adiknya. Damianus juga sebagai pelatih Daud. Setelah jadi
juara nasional dan regional, petinju asal Ketapang, Kalimantan Barat
(Kalbar) ini dapat kesempatan besar. Daud pun berhasil merebut gelar
juara dunia tinju kelas bulu versi badan tinju IBO yang lowong. Ia
menundukkan petinju asal Filipina, Lorenzo Villanueva, dengan kemenangan
TKO pada ronde kedua di Singapura, 5 Mei 2012. Namun, gelar itu
hanya bertahan kurang dari setahun. Daud kalah TKO ronde ke-12 dari
petinju Afsel, Simpiwe Vetyeka. Ini merupakan duel perebutan gelar di
Jakarta, 14 April 2013. Tujuh orang petinju yang saya tulis di sini
adalah mereka yang berjasa membawa nama bangsa di kejuaraan tinju
tingkat dunia. Sebuah prestasi yang patut diapresiasi dan dibanggakan.
Semoga ke depannya akan lahir lebih banyak juara-juara dunia lainnya
dari olahraga tinju. Salam
Komentar
Posting Komentar